Sabtu, 12 Maret 2011

Sel Tunas vs Awal Kehidupan

"Sel Tunas vs Awal Kehidupan"

Tentu tidak Kapan kehidupan manusia dimulai merupakan topik yang banyak dibahas para ahli agama, filsuf, ahli hokum/pembuat undang-undang, dan komite etik kedokteran. Hal ini penting karena jawabannya punya implikasi besar bagi evaluasi etik terapi medis yang menggunakan jaringan janin (misalanya pengobatan leukemia, penyakit Parkinson), penelitian dasar maupun terapan kedokteran dengan stem cell (sel tunas) dari embrio.
Kontroversi mengenai awal kehidupan manusia di negara mau menghambat laju penelitian sel tunas. Akibatnya, banyak penelitian didanai oleh perusahaan yang bersifat komersial. Bisa dipastikan, biaya terapi akan mahal untuk mengembalikan investasi plus keuntungan.

Tentangan terbesar berasal dari Gereja Katolik dan Protestan, yang menyatakan bahwa kehidupan dimulai sejak konsepsi, yaitu saat pertemuan sel telur dengan sperma. Sementara ajaran Yahudi, Buddha, dan Islam meski berbeda hitungan waktunya sama-sama berpendapat bahwa kehidupan baru dimulai setelah adanya "kesadaran" atau roh.
Pada diskusi yang diselenggarakan Pew Forum on Religion & Public Life, Amerika Serikat, sebagaimana dipublikasikan di situs web forum itu, Ketua The Wilberforce Forum Dr Nigel Cameron menentang semua bentuk kloning manusia berdasarkan kepercayaan Protestan konservatif. "Kloning embrio manusia akan menjadi dasar pembuktian bagaimana kita sebagai umat menjaga martabat manusia" ujarnya. Presiden The Culture of Life Foundation Robert Best juga menentang segala bentuk kloning demi menjaga kesucian hidup manusia sejak konsepsi sampai kematian.

Rabbi Moses Tendler, Guru Besar Biologi dan Etika Kedokteran Yahudi dari Universitas Yeshiva, menentang kloning manusia, namun bisa menolerir kloning terapeutik. Menurut Tendler, manusia wajib menyembuhkan penyakit. Selain itu, ajaran Yahudi berpandangan bahwa kehidupan manusia baru dimulai 40 hari setelah konsepsi.
Pandangan serupa juga diyakini Muslim Suni, demikian Prof Abdulaziz Sachedina, Guru Besar Kajian Agama dari Universitas Virginia. Karena itu, Sachedina tidak keberatan penggunaan embrio untuk penelitian. Tentang kloning manusia, Sachedina mengingatkan, hal itu akan mengacaukan hubungan kemasyarakatan.

Di sisi lain, sel tunas yang didapat dari embrio yang dihentikan pada tahap blastosit, embrio yang berupa kelompok sel dalam rongga yang dilingkupi sel selubung, merupakan harapan besar dalam upaya penyembuhan pelbagai jenis penyakit. Sel selubung akan berkembang menjadi plasenta, sedang sel bagian dalam berkembang menjadi pelbagai organ tubuh (sel pluripotent). Sel pluripotent ini yang diteliti untuk diarahkan menjadi pelbagai jaringan organ tubuh. Jika penelitian berhasil, banyak penyakit, bisa diatasi dengan mengganti jaringan yang rusak.


(Diambil dari Kompas, 8 Agustus 2002)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar